NAMA : Abdul Malik (1B114330)
Adhitya Ramadhan (1B114331)
Getri Novella (1B114255)
KELAS : 5KA52
TUGAS : Portofolio Ke-4
A. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan
I.
Ilmu Pengetahuan
a.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.Ilmu Alam hanya bisa
menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material
saja), atau ilmu psikologi
hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke
dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret.
b. Hal-hal Sikap Yang
Ilmiah
·
Sikap Ingin Tahu, apabila menghadapi suatu masalah
yang baru dikenalnya, maka
ia beruasaha mengetahuinya; senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan
peristiea; kebiasaan menggunakan alat indera sebanyak mungkin untuk menyelidiki
suatu masalah; memperlihatkan gairah dan kesungguhan dalam menyelesaikan
eksprimen.
·
Sikap Kritis, Tidak langsung begitu saja menerima
kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti-bukti pada waktu menarik kesimpulan;
Tidak merasa paling benar yang harus diikuti oleh orang lain; bersedia mengubah
pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
·
Sikap obyektif,
Melihat
sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak
dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan
secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai subjek.
·
Sikap ingin menemukan,
Selalu
memberikan saran-saran untuk eksprimen baru; kebiasaan menggunakan
eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan konstruktif; selalu memberikan
konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya.
·
Sikap menghargai karya orang lain,
Tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, menerima
kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh orang atau bangsa lain.
·
Sikap tekun, Tidak bosan mengadakan
penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang hasilnya meragukan tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai; terhadap
hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti.
·
Sikap terbuka, Bersedia mendengarkan argumen orang
lain sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya.buka menerima kritikan dan respon negatif
terhadap pendapatnya.
II.
Teknologi
I.
Pengertian Teknologi
Teknologi adalah kumpulan
alat, termasuk mesin, modifikasi, pengaturan dan prosedur yang digunakan oleh
manusia. Teknologi secara signifikan memengaruhi manusia
serta kemampuan spesies hewan lain untuk mengendalikan dan beradaptasi dengan
lingkungan alami mereka. Istilah ini dapat diterapkan secara umum atau untuk
daerah tertentu. Contoh: teknologi informasi, teknologi nuklir, teknologi
pertanian, dan teknologi komunikasi.Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk
menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan, dan kenyamanan
hidup manusia. Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan
sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana.
II.
Ciri-ciri Fenomena Teknik Dalam Masyarakat
Fenomena
teknik pada masyarakat teknik, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki
ciri-ciri sebagai berikut : Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh
teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional. Artifisialitas, artinya
selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah. Otomatisme, artinya
dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian
juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non
teknis menjadi kegiatan teknis. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan. Monisme, artinya semua
teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung. Universalisme, artinya
teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan
dapat menguasai kebudayaan.
Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip
sendiri.
III.
Ciri-ciri Teknologi
Barat
·
Serba intensif dalam segala hal, seperti
modal, organisasi, tenaga kerja dan lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum
elit daripada dengan buruh itu sendiri.
·
Dalam struktur sosial, teknologi barat
bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
·
Kosmologi atau pandangan teknologi Barat
adalah: menganggap dirinya sebagai pusat yang lain.
III.
Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Nilai
a.
Definisi
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Nilai
Ilmu pengetahuan dan
teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya
tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan,
yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk,
sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984).
Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial,
yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau
kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan
hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu
diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan
universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga
tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh
teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat
meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran. Istilah ilmu diatas, berbeda dengan
istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah
(epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi
ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (kegiatan meyusun tubuh pengetahuan
yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan verifikasi atau
menguji kebenarannya secara faktual; sehingga kegiatannya disingkat menjadi
logis-hipotesis-verifikasi atau deduksi-hipotesis-verifikasi). Sedangkan pengetahuan adalah
pikiran atau pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat
dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber
pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense)
yang disertasi mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa
pembalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para
Nabi atau UtusanNya).
b.
Fungsi Ilmu Pengetahuan,
Teknologi,
dan Nilai Dalam Masyarakat
Setelah membahas tentang
pengertian ilmu pengetahuan secara umum, kemudian akan dijelaskan tentang 3
fungsi ilmu pengetahuan yang utama yaitu : Ilmu pengetahuan itu
menjelaskan (explaining, Describing). Fungsi ilmu pengetahuan dalam menjelaskan memiliki 4 bentuk yaitu Deduktif, Ilmu harus dapat menjelaskan
sesuatu berdasarkan premis pangkal ilir yang telah ditetapkan sebelumnya. Probabilistik,
Ilmu pengetahuan dapat menjelaskan berdasarkan pola pikir induktif dari
sejumlah kasus yang jelas, sehingga hanya dapat memberi kepastian (tidak
mutlak) yang bersifat kemungkinan besar atau hampir pasti. Fungsional, Ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan letak suatu komponen dalam suatu sistem secara menyeluruh. Genetik, Ilmu
pengetahuan dapat menjelaskan suatu faktor berdasarkan gejala-gejala yang sudah
sering terjadi sebelumnya.
Meramalkan (prediction) : Ilmu pengetahuan harus dapat menjelaskan faktor sebab akibat suatu peristiwa atau kejadian, misalnya apa yang akan terjadi jika harga naik. Mengendalikan (controlling) : Fungsi ilmu pengetahuan dalam mengendalikan harus dapat mengendalikan gejala alam berdasarkan suatu teori misalnya bagaimana mengendalikan kurs rupiah dan harga. Setelah dijelaskan tentang pengertian ilmu pengetahuan menurut beberapa ahli dalam berbagai bidang, dan fungsi ilmu pengetahuan, selanjutnya akan dituliskan tentang syarat-syarat ilmu pengetahuan :
Meramalkan (prediction) : Ilmu pengetahuan harus dapat menjelaskan faktor sebab akibat suatu peristiwa atau kejadian, misalnya apa yang akan terjadi jika harga naik. Mengendalikan (controlling) : Fungsi ilmu pengetahuan dalam mengendalikan harus dapat mengendalikan gejala alam berdasarkan suatu teori misalnya bagaimana mengendalikan kurs rupiah dan harga. Setelah dijelaskan tentang pengertian ilmu pengetahuan menurut beberapa ahli dalam berbagai bidang, dan fungsi ilmu pengetahuan, selanjutnya akan dituliskan tentang syarat-syarat ilmu pengetahuan :
1. Logis
atau masuk akal sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan yang diakui kebenarannya.
2. Objektif harus
sesuai dengan objek yang dikaji dan didukung oleh fakta empiris
3. Metodik pengetahuan
diperoleh dengan cara cara tertentu yang teratur, dirancang, diamati dan terkontrol.
4.
Sistematik, berarti bahwa pengetahuan tersebut disusun dalam satu sistem yang satu dengan lainnya saling
berkaitan dan saling menjelaskan sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
5. Berlaku umum atau universal,
pengetahuan berlaku untuk siapa saja dan dimana saja atau disebut universal, yaitu dengan tata cara dan variable eksperimentasi yang lama,
akan diperoleh hasil yang sama atau konsisten.
6. Kumulatif berkembang dan
tentative khasanah ilmu pengetahuan selalu bertambah dengan hadirnya ilmu
pengetahuan baru. Ilmu pengetahuan yang terbukti salah harus diganti dengan
pengetahuan yang benar (sifatnya tentatif).
Adapun manfaat teknologi secara umum, antara lain : Memberikan kemudahan bagi pengguna (user), Membuat pekerjaan menjadi lebih singkat dan cepat, Pekerjaan menjadi lebih efisien. Sedangkan manfaat teknologi secara khusus, antara lain : Dalam keluarga, pemanfaatan teknologi secara dini akan mendidik anak supaya terbiasa akan teknologi, Teknologi menjadi sarana eksplorasi untuk menambah wawasan, Menghubungkan keefektifan dalam pekerjaan.
Adapun manfaat teknologi secara umum, antara lain : Memberikan kemudahan bagi pengguna (user), Membuat pekerjaan menjadi lebih singkat dan cepat, Pekerjaan menjadi lebih efisien. Sedangkan manfaat teknologi secara khusus, antara lain : Dalam keluarga, pemanfaatan teknologi secara dini akan mendidik anak supaya terbiasa akan teknologi, Teknologi menjadi sarana eksplorasi untuk menambah wawasan, Menghubungkan keefektifan dalam pekerjaan.
IV.
Kemiskinan
a.
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
b.
Ciri-ciri Manusia Yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan
-
Tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan.
-
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekuatan sendiri,
seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
-
Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD.
-
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas.
-
Banyak
yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
c.
Fungsi Kemiskinan
-
Ekonomi : Penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu, menimbulkan dana sosial, membuat lapangan kerja baru dan memanfaatkan pemulung dalam mengumpulkan barang bekas.
-
Sosial : Menimbulkan rasa simpatik, sehingga munculnya badan amal dan zakat untuk menolong kaum miskin yang ada.
-
Cultural : Sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat, sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesame manusia.
-
Politik : Sebagai kaum
yang merasakan kinerja pemerintahan dalam perbaikan ekonomi,
dan sebagai kaum yang mengkritik jika perekonomian tidak mengalami perubahan.
B.
Agama
Dan Masyarakat
I.
Fungsi
Agama
a. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar bagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama menjadi bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya : Apakah umat diluar agamaku diselamatkan atau tidak ? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan ? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog
antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
b.
Dimensi
Komitmen Agama
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan/harapan bahwa orang yang religious akan menganut pandangan teologis tertentu. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa
orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan,
kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
II.
Pelembagaan Agama
a. Tipe
Kaitan Agama Dengan Masyarakat
-
Masyarakat Pedalaman
Di dalam kehidupan masyarakat pedalaman agama
masih berdasarkan kepercayaan sehingga mereka mengadakan berbagai upacara
ritual karena mereka percaya dengan begitu mereka sudah memiliki agama.
-
Masyarakat Semi Industri
Di dalam masyarakat semi industri sudah lebih
maju dari masyarakat pedalaman sehingga di masyarakat semi industri sudah
memegang agama sebagai kepercayaan dan sebagai pedoman dalam melakukan segala
hal seperti berdagang.
-
Masyarakat Industri Sekunder (Modern)
Di dalam masyarakat industri sekunder sudah
banyak muncul teknologi canggih sehingga lebih mudah menolong kegiatan manusia,
namun karena sudah banyak teknologi maka agama menjadi di “no duakan” sehingga
kurangnya kepercayaan terhadap agama.
b. Pelembagaan
Agama
Ada 3 tipe kaitan agama dengan masyarakat,
diantaranya :
-
Masyarakat dan nilai-nilai sakral.
-
Masyarakat-masyarakat pra industri yang
sedang berkembang.
-
Masyarakat-masyarakat industri sekuler.
Pengertian pelembagaan agama itu sendiri ialah
apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi struktur
agama. Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan di dalam
kehidupan sehari-hari.
III.
Agama, Konflik
dan Masyarakat
Secara sosiologis, Masyarakat agama
adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam
hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat
dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang
berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini
merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti
mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama
lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah
yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan agama bukan
sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika
seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya.
Berdasarkan keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara
objektif dalam soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved
(terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia
involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan
sejarah masyarakat adalah multi-complex yang mengandung religious pluralism,
bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau kita
harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya religious pluralism dalam masyarakat
Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak. Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara. Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia. Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis : teori konflik.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak. Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara. Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia. Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis sosiologis : teori konflik.
Sumber :
https://abiand.wordpress.com/tugas/9-agama-dan-masyarakat/