Powered By Blogger

Kamis, 24 November 2011

Wewenang, Delegasi dan Desentralisasi

Wewenang, Kekuasaan dan Pengaruh
- Pengertian Wewenang
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi. peranan pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian, wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan mereka.

- Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan hal yang penting dalam manajemen. Karena kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka mungkin sekali setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi melibatkan penggunaan kekuasaan. Cara pengendalian unit organisasi dan individu di dalamnya berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan manager yang menginginkan peningkatan jumlah penjualan adalah kemampuan untuk meningkatkan penjualan itu. Kekuasaan melibatkan hubungan antara dua orang atau lebih. Dikatakan A mempunyai kekuasaan atas B, jika A dapat menyebabkan B melakukan sesuatu di mana B tidak ada pilihan kecuali melakukannya. Kekuasaan selalu melibatkan interaksi sosial antar beberapa pihak, lebih dari satu pihak. Dengan demikian seorang individu atau kelompok yang terisolasi tidak dapat memiliki kekuasaan karena kekuasaan harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk dilaksanakan oleh orang lain atau kelompok lain.
Kekuasaan amat erat hubungannya dengan wewenang. Tetapi kedua konsep ini harus dibedakan. Kekuasaan melibatkan kekuatan dan paksaan, wewenang merupakan bagian dari kekuasaan yang cakupannya lebih sempit. Wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang dipegang dalam organisasi. Jadi seorang bawahan harus mematuhi perintah manajernya karena posisi manajer tersebut telah memberikan wewenang untuk memerintah secara sah.

STRUKTUR ORGANISASI LINI & STAFF

pengertian organisasi
Organisasi adalah susunan dan aturan dari berbagai-bagai bagian. Sehingga merupakan kesatuan yang teratur. (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia).
Organisasi adalah sistem social yang memiliki identitas kolektif yang tegas, daftar anggota yang terperinci, program kegiatan yang jelas, dan prosedur pergantian anggota. (Janu Murdiyamoko dan Citra Handayani, Sosiologi untuk SMU Kelas I).
Menurut Stoner organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
Menurut James D. Mooney organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Chester I. Bernard organisasi merupakan suatu system aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai tujuan umum melalui pembagian pekerjaan da fungsi lewat hirarki otoritas dan tanggung jawab. Karakterisitik organisasi menurut Schein meliputi :
memiliki struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian yang lain untuk mengkoordinasikan aktivitas di dalamnya.
Dengan kata lain pengorganisasian adalah pengkoordisasian kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan suatu institusi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian mencakup beberapa unsur pokok, antara lain :
1. Hal yang diorganisasikan ada 2 macam yakni :
a. Pengorganisasian kegiatan ialah pengaturan berbagai kegiatan yang ada di dalam rencana sehingga membentuk satu kesatuan yang terpadu untuk mencapai tujuan.
b. Pengorganisasian tenaga pelaksana ialah mencakup pengaturan hak dan wewenang setiap tenaga pelaksana sehingga setiap kegiatan mempunyai penanggung jawabnya.
2. Proses pengorganisasian ialah langkah-langkah yang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga semua kegiatan dan tenaga pelaksana dapat berjalan sebaik-baiknya.
3. Hasil pengorganisasian ialah terbentuknya wadah atau sering disebut struktur.
organisasi yang merupakan perpaduan antara kegiatan dan tenaga pelaksana.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian ialah suatu proses yang menghasilkan organisasi (struktur organisasi). Struktur organisasi ialah visualisasi kegiatan dan pelaksana kegiatan (personel) didalam suatu institusi.
Pengertian organisasi lini dan staff :
Organisasi ini merupakan gabungan kedua jenis organisasi yang terdahulu disebutkan (line dan staf). Dalam organisasi ini staf bukan sekedar pelaksana tugas tetapi juga diberikan wewenang untuk memberikan masukan demi tercapainya tujuan secara baik. Demikian juga pimpinan tidak sekedar memberikan perintah atau nasehat tetapi juga bertanggung jawab atas perintah atau nasehat tersebut.
Keuntungan organisasi ini antara lain ialah keputusan yang diambil oleh pimpinan lebih baik karena telah dipikirkan oleh sejumlah orang dan tanggung jawab pimpinan berkurang karena mendapat dukungan dan bantuan dari staf.
Dalam kehidupan sehari-hari apabila unit kerja (departemen, perusahaan dan sebagainya) akan melaksanakan suatu rencana tidak selalu langsung diikuti oleh penyusunan organisasi baru. Struktur organisasi itu biasanya sudah ada terlebih dahulu dan ini relatif cenderung permanen, lebih-lebih struktur organisasi departemen.
Disamping itu unit-unit kerja tersebut dijabarkan kedalam unit-unit yang lebih kecil dan masing-masing unit-unit kerja yang lebih kecil ini mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda-beda (dirjen, direktorat, bidang, seksi, devisi, dan sebagainya). Masing-masing unit kerja tersebut sudah barang tentu akan menyusun perencanaan dan kegiatan-kegiatan. Untuk pelaksanaan rencana rutin cukup oleh staf yang ada sehingga tidak perlu menyusun organisasi baru.
Apabila rencana atau kegiatan tersebut tidak dapat ditangani oleh struktur organisasi yang telah ada biasanya dibentuk, misalnya panitia tim kerja (kelompok kerja), komisi dan sebagainya.
Alasan di pilihnya bentuk struktur organisasi lini :
Karena dalam jenis organisasi ini pembagian tugas dan wewenang terdapat perbedaan yang tegas. Antar pimpinan dan pelaksanaan peran pemimpin . dalam hal ini sangat dominant dimana semua kekuasaan di tangan pimpinan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan kegiatan yang utama adalah wewenang dan perintah kesatuan. perintah ini dan kesatuan pimpinan terjamin sepenuhnya. Karena pimpinan berada dalam satu tangan. Proses pegubahan atau pengambilan keputusan berjalan dengan cepat. Rasa solidaritas antar anggota cukup baik karena saling mengenal disiplin dan loyalitas sangatlah tinggi.
Memang bentuk organisasi semacam ini khususnya di dalam institusi-institusi yang kecil sangat efektif karena keputusan-keputusan cepat diambil dan pelaksaanya juga cepat.

Wewenang lini. staf, dan fungsional


Carolus Spinola Agni Eko Putranto/32409884/ http://elearning.indonusa.ac.id//
Wewenang dapat diartikan sebagai hak untuk memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakWewenang (Authority) merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari pada kegiatan-kegiatan. Wewenang yang bersifat informal, untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan bawahan. Disamping itu wewenang juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan. Wewenang berfungsi untuk menjalankan kegiatan yang ada dalam organisasi. agar tujuan dapat tercapai.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh kepada orang lain
Lima sumber kekuasaan menurut John Brench dan Bertran Raven
    1. Kekuasaan memaksa (coercive power), kemampuan orang yang mempengaruhi untuk menghukum  orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi persyaratan
    2. Kekuasaan menghargai (reward power), kemampuan seseorang untuk memberi penghargaan kepada orang lain untuk melaksanakan perintah atau memenuhi persyaratan prestasi kerja
3.   Kekuatan syah (legitmate power), kekuasaan yang ada ketika seseorang bawahan/orang yang dipengaruhi mengakui bahwa pemberi pengaruh berhak untuk mempergunakan pengaruh dalam batas-batas tertentu
4. Kekuasaan keahlian (expert power), kekuasaan berdasarkan keyakinan bahwa orang yang tidak mempengaruhi mempunyai keahlian relevan yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi
5.   Kekuasaan bujukan (referent power), kekuasan berdasarkan pada keinginan dari orang yang dipengaruhi menjadi seperti atau menyamakan dirinya dengan pemberi pengaruh
Wewenang (Authority)
a.     Suatu bentuk kekuasaan
b.      Kemampuan manusia untuk mempergunakan sebagai dari pengalaman
Dua pandangan wewenang formal:
  1. Pandangan klasik, wewenang berasal dari tingkat yang amat tinggi dan kemudian secara hukum diteruskan ke bawah melalui tingkat demi tingkat
  2. Pandangan penerimaan
* Dasar wewenang terletak dalam diri orang yang dipengaruhi bukannya
*Pandangan ini dimulai dengan penataan bahwa tidak semua hukum atau perintah sah dipatuhi dalam semua keadaan
* Penerima memutuskan apakah akan menurut atau tidak
Wewenang lini, staf dan fungsional
Wewenang Lini (Line Authority)
*    Wewenang manajer yang bertanggung jawab langsung, diseluruh rantai koamndo organisasi untuk mencapai sasaran organisasi
*   Wewenang staf (Staff Authority), wewenang kelompok individu yang menyediakan saran dan jasa kepada manajer lini
*  Wewenang Funsional (Functional Authority), wewenang anggota staf departemen untuk mengendalikan aktivitas departemen lain karena berkaitan dengan tanggung jawab staf spesifik
DELEGASI WEWENANG
Bilamana kita menyimak apa yang diungkapkan dalam buku Keluaran Pasal 18,
ketika Nabi Musa dikunjungi oleh mertuanya yang bernama Yitro, kemudian
menyaksikan bagaimana Musa melaksanakan pekerjaan penghakiman, atau
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi umatnya dari pagi sampai petang,
maka melihat hal yang kurang efektif dan efesien tersebut, Yitro, mertua
Nabi Musa kemudian menasihatinya sbb, "Tidak baik seperti yang kaulakukan
itu. Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa yang beserta
engkau ini; sebab, pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau
melakukannya seorang diri saja. Jadi, sekarang dengarkanlah perkataanku, aku
akan memberi nasihat kepadamu dan Allah akan menyertai engkau. Adapun
engkau, wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan kau hadapkanlah
perkara-perkara mereka kepada Allah. Kemudian haruslah engkau mengajarkan
kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan, dan
memberitahukan kepada mereka jalan yang harus dijalani, dan pekerjaan yang
harus dilakukan. Di samping itu kau carilah dari seluruh bangsa itu
orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengajaran suap;
tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang,
pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh
orang. Dan sewaktu-waktu mereka harus mengadili di antara bangsa; maka
segala perkara yang besar haruslah dihadapkan mereka kepadamu, tetapi
perkara yang kecil diadili mereka sendiri; dengan demikian mereka
meringankan pekerjaanmu, dan mereka bersama-sama dengan engkau turut
menanggungnya. Jika engkau berbuat demikian dan Allah memerintahkan hal itu
kepadamu, maka engkau akan sanggup menahannya, dan seluruh bangsa ini akan
pulang dengan puas ketempatnya." (Keluaran 18 : 17 - 23).



Yitro bukan saja memberikan nasihat atau konsultasi kepada Musa, tetapi pada
akhirnya ia memberikan juga suatu jaminan bahwa bilamana prinsip
pendelegasian wewenang itu dijalankan dengan baik, maka orang-orang yang
dipimpin Musa akan merasa puas.



Banyak pakar manajemen mengatakan bahwa tanggung jawab tidak dapat
didelegasikan, sedangkan pakar yang lain menyatakan, adalah suatu prinsip
bahwa tanggung jawab atasan atas tindakan bawahan adalah mutlak. Banyak
orang memang mempersoalkan pendelegasian, kemudian memfokuskan perhatian
kepada sistem dan metodenya sehingga lari dari konsep itu sendiri. Padahal
di dalam bentuk yang paling sederhana, seni mendelegasikan wewenang itu
adalah suatu proses untuk membangun dan mempertahankan efesiensi dan
efektivitas suatu usaha atau pekerjaan di mana manajer dan bawahannya
berinteraksi dalam mencapai tujuan organisasi. Dan jauh sebelum ilmu
manajemen tumbuh dan berkembang di atas dunia ini di mana Taylor dari
Amerika mengembangkan Scientific Management di tahun 1915, Yitro, kurang
lebih 1425 tahun sebelum Masehi, sudah merekomendasikan kepada Nabi Musa
pemimpin bangsa Israel ketika itu, suatu prinsip dan falsafah manajemen yang
hingga kini masih merupakan suatu prinsip manajemen yang modern.
Sentralisasi versus Desentralisasi Berdasarkan pemikiran di atas, maka kedepan Indonesia harus melakukan relokasi kekuasaan dari negara ke unit-unit pemerintahan yang lebih kecil, karena itu sudah merupakan kehendak jaman. Model sentralistis yang selama diprektekkan oleh pemerintah tidak dapat lagi dipertahankan. Alasan-alasannya antara lain: Kelemahan utama konsep sentralistis adalah karena sangat kaku (rigit) sehingga sulit berartikulasi secara optimal terhadap dinamika lingkungan. Konsep sentralisasi sulit mengelola berbagai sumberdaya lokal yang sangat beragan dan bervariasi, karena konsep ini tidak memiliki instrumen yang peka terhadap kemajemukan (diversity). Pendekatan pemerintahan dilakukan dengana asumsi homogenitas wilayah, sehingga akan menimbulkan kesenjangan dalam berbagai bidang atau aspek (antar wilayah, antar lapisan dan natar golongan masyarakat). Kebijaksanaan sentralistis secara langsung maupun tidaklangsung telah membatasi kreativitas sumberdaya pembangunn. Masalah yang dihadapi saat ini adalah bagaimana menemukan dan merumuskan format yang tepat atau optimaldari relokasi kewenangan tersebut. Pada satu sisi, sentralisasi mampu menawarkan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahanm. Tetapi pada sisi yang lain relokasi kewenangan yang dijabarkan dalam bentukkewenangan politik dan administrasi di samping akan menjawab berbgai kelemahan model sentralistik, juga memiliki kelemahan yang intensitasnya sangat tergantung kepada kemampuan penegelolaan kemajemukan yang ada. Konsep atau model yang keliru jelas tidak mampu menghasilkan sinergi dari berbagai komponen wilayah dan bangsa, tetapi justru akan mendorong timbulnya perpecahan atau disintegrasi bangsa. Ketidakmampuan merumuskan model relokasi kewenangan dimaksud mungkin merupakan jawaban mengapa sejak diundangkannya UU No.5/1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, tidak pernah diikuti oleh penyusunan PP atau Peraturan Pememerintah yang mengatur berbagai pasal dalam UU tersebut. Model dan Proses Desentralisasi. Relokasi kewenangan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah (relokasi/desentralisasi kewenangan politik dan kewenangan administrasi) merupakan wujud sistem manajemen pemerintahan yang sangat kondusif terhadap pengembangan dan peningkatan kualitas Kemandirian Lokal. Model otonomi yang diamanahkan dalam UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang meletakkan otonomi pada Daerah Tingkat II (Kabupaten dan Kotamadya) merupakan alternatip sesungguhnya adalah alternatip yang terbaik dibandingkan dengan berbagai model otonomi yang lainnya, mengingat model ini lebih mendekatkan birokrasi pemerintahan dengan masyarakatnya, dan yang disebut sebagai masyarakat lokal hanya ada di desa dan kabupaten. Model otonomi pada Tingkat II akan memudahkan proses penyaluran aspirasi masyarakat secara lebih luas dan cepat dan dengan demikian pemberdayaan dengan jalan partisipasi dapat dengan mudah dilakukan yang pada gilirannya proses demokratisasi sebagaimana hrapan reformasi dapat diwujudkan. Namun persoalannya sekarang, masih banyak daerah, terutama para perangkat pemerintahan belum sepenuhnya memahami konsep dasar otonomi tersebut. Mereka lebih menekankannya pada sasaran penguasaan dan pemilikan aset dan sumberdaya, sehingga dengan mudah menimbulkan pertentangan antar wilayah atau antardaerah. Maka dalam kaitan ini otonomi daerah masih sangat membutuhkan peranan Tingkat I sebagai kordinator, pengawas, dan pengarah kegiatan pelaksanaan otonomi tersebut .Kelemahan sekaligus kekuatan UU No.22/99 terletak pada banyak Peraturan Pemerintah yang perlu disusun dalam upaya implementasi amanah UU tersebut. Kualitas semangat reformasi dari penyelenggara negara akan menentukan apakah hal tersebut akan menjadi kekuatan atau kelemahan, karena penjabaran dari berbagai pasal kedalam Peraturan Pemerintah akanmenentukan format sebenarnya dari model otonomi tersebut.  Dalam merumuskan beberapa Peraturan Pemerintah agar format otonomi daerah menjadi lebih relevan maka, bebrapa hal perlu mendapat pertimbangan, yakni: Kualitas Teknostruktur DaerahPengalaman pemerintahan dan pengelolaan pembangunan yang dimiliki oleh sebahagian besar aparat pemerintah di daerah dapat dikatakan sangat minim dan kemungkinan besar tidak mampu melaksanakan otonomi dalam arti yang sebenarnya. Model Petunjuk Pelaksanaan yang dipraktekkan selama Orde Baru telah menjadi budaya sehingga mematikan prakarsa dan kreativitas masyarakat. Demikian pula halnya dengan Kelembagaan masyarakat yang selama masa Orde Baru telah dimandulkan secara sistematis sehingga saat ini tidak ampu lagi melahirkan hasil yang dibutuhkan bagi peningkatan kemandirian wilayah atau daerah.  Di samping itu kemampuan menemukan cara pengelolaan sumberdaya lokal relatif sangat rendah, sehingga akan menghambat pelaksanaan otonomi apabila tidak memiliki sumberdaya yang memadai. Berdasarkan hasisl kesilapan daerah yang disebutkan di atas, dikhawatirkan timbulnya usul pelaksanaan otonomi daerah menjadi tertunda. Perlu dikemukakan bahwa terdapat kecurigaan di klangan masyarakat bahwa otonomi daerah sebagimana yang tercantum dalam UU No. 22/1999 hanyalah merupakan upaya Pemerintah Nasional untuk mengulur waktu, karena memang tidak sepenuhnya berniat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.Hal ini juga dipandang sebagai upaya untuk mempertahankan status quo pola pemerintahan sentralistik yang menghambat terciptanya iklim demokrasi serta upaya untuk menghambat transparansi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bilamana akumulasi masalah tersebut tidak diantisipasi sedini mungkin dalam model Otonomi Daerah, maka akan bermuara pada konflik politik yang berkempanjangan karena dianggap tidak sejalan dengan reformasi. Mengacu pada hal-hal yang dikemukakan di atas, dan dengan mempertimbangkan bahwa penyusunan UU No. 22/1999 telah mengorbankan sumberdaya yang cukup besar, maka substansi undang-undang tersebut tetap dipertahankan, namun perlu melakukan beberapa penyesuaian di mana istilah daerah yang ada dalam undang-undang tersebut diganti dari kabupaten atau Kotamadya menjadi Propinsi. Dengan kata lain, titik berat pelaksanaan otonomi daerah diletakkan pada daerah tingkat I atau provinsi. Apabila pada saatnya suatu kabupaten atau gabungan beberapa kabupaten tersebut dapat saja ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom baru yang terlepas sama sekali dengan bekas Provinsi induknya. Jika disimak akan terlihatbahwa implementasi model ini akan bermuara pada terbentuknya beberapa puluh daerah otonom, sesuai dengan yang dimaksud dalam UU No.22/99, walaupun dengan menempuh proses yang berbeda. Tetapi perlu digarisbawahi bahwa model implementasi ini lebih realistic, khususnya bila dilihat dari sisi kemampuan kebanyakana provinsi untuk berotonomi. Implementasi model ini setidaknya akan menghapus kecurigaan terhadap kemungkinan adanya keengganan Pemerintah Nasional untuk nmenyelenggarakan otonomi. Di samping itu, peross pembentukan daerah otonom baru akan dapat berjalan dengan baik karena adanya Pemerintah Pusat yang memiliki kewenangan dan kemampuan ntuk mengarahkan provinsi untukmelaksanakanpemekaran yang dimaksud.Disadri adanya kehawatiran bahwa potensi disintegrasi bangsa akan semakin menguat pada masa otonomi Propinsi diterapkan, Hal ini sebenarnya tidak beralasan mengingat berbagai pertimbangan, misalnya: Secara empiris prima causa disinetgarsi suatubangsa tidak terkait langsung dengan sistem pemerintahan yang dianut, tetapi lebih terkait dengan ketidakadilan. Bubarnya Uni Sovyet, perang yang berkepanjangan di negara-negara Balkan, dan pemisahan diri Bangladesh dari P akistan merupakan bukti dari hal tersebut.Pola karakter kehidupan politik nasional tidak banyak lagi diwarnai oleh politik aliran sebagaimana yang terjadi pada tahun 1950-an, tetapi oleh kepentingan riil, terutama ke konomi.Sentimen ideolog, baik pada tingkat nasional maupun global, tidak lagi mewarnai percaturan politik global. Bahkan terjadi kecenderungan sebaliknya, yaitu integrasi ekonomi regional seperti di Eropa dan Amerika Latin, Afrika, dan berbagai belahan dunia lainnya yang bermuara pada sinergi kekuatan ekonomi regional atas dasar daya saing.Perekembangan manajemen kenegaraan moderen yang lebih mengarah kepada pendekatan kesejahteraan masyarakat luas dan post-modernism.

sumber : http://muhammadkhadapi.blogspot.com/2010/12/pengertian-wewenang-kekuasa                 :  htp://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/struktur-o

NAMA   : ABDUL MALIK
KELAS   : 1DB12
NPM       : 30111022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar